Disyariatkannya Doa Iftitah
Disyariatkannya Doa Iftitah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 16 Jumadil Awal 1446 H / 18 November 2024 M.
Kajian Tentang Disyariatkannya Doa Iftitah
Kajian kali ini kita memasuki serial nomor 224 dengan tema Disyariatkannya Doa Iftitah. Penyebutan “iftitah” atau “istiftah” keduanya diperbolehkan, tidak perlu diperdebatkan. Ada hal yang lebih penting daripada sekadar istilah ini, yaitu memahami dan mengamalkan kandungannya.
Fiqih doa dan dzikir yang kita bahas sebelumnya mencakup berbagai topik seperti menjawab muadzin, doa setelah adzan, hingga doa antara adzan dan iqamah. Sekarang, kita memasuki pembahasan tentang doa iftitah yang merupakan bagian dari bacaan shalat.
Pembahasan tentang bacaan shalat ini penting karena shalat terdiri atas tiga unsur utama: bacaan, gerakan, dan resapan hati. Shalat yang sempurna melibatkan ketiga unsur ini secara aktif. Lisannya membaca, tubuhnya bergerak, dan hatinya khusyuk. Shalat seperti ini insya Allah akan membawa manfaat besar, sebagaimana firman Allah:
…إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ…
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45)
Namun, mengapa ada orang yang tetap bermaksiat meskipun sudah shalat? Hal ini disebabkan karena shalatnya belum sempurna. Mungkin baru sebatas gerakan tubuh atau hanya bacaan di lisan, tanpa diresapi oleh hati. Oleh karena itu, salah satu ikhtiar untuk menyempurnakan shalat adalah mempelajari bacaan-bacaannya, termasuk doa iftitah.
Bagaimana mungkin seseorang bisa meresapi kalimat yang ia baca jika tidak memahami maknanya? Sama seperti membaca cerita dalam bahasa asing yang tidak kita pahami. Maka, memahami makna bacaan shalat adalah kunci untuk meresapinya.
Setelah bertakbir (takbiratul ihram), yang telah dibahas pada kajian sebelumnya, gerakan berikutnya adalah bersedekap. Namun, pembahasan kita kali ini bukan tentang gerakan, melainkan bacaan. Jika ingin mempelajari pembahasan bersedekap, Anda bisa merujuk pada serial kajian “Shalat Lahir Batin” yang membahasnya secara lengkap.
Bacaan pertama setelah takbiratul ihram adalah doa iftitah. Inilah yang akan kita bahas sebagai awal dari pembahasan bacaan-bacaan shalat.
Tuntunan shalat yang Benar: Pentingnya Wudu dan Doa Iftitah
Dalil yang menjadi landasan dalam pembahasan ini adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika memberikan nasihat kepada seorang sahabat, Rifa’ah bin Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu. Sahabat ini pernah melakukan shalat dengan cara yang keliru, sehingga diajari langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitulah cara Nabi menyikapi orang yang keliru, dengan mengajarkan dan membimbingnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّه لا تَتِمُّ صلاةٌ لأحدٍ مِن الناسِ حتى يَتوضَّأَ فيضَعَ الوُضوءَ -يعني: مَواضعَه- ثمَّ يُكبِّرَ ويَحمَدَ اللهَ عزَّ وجلَّ ويُثنيَ عليه، ويَقرَأَ بما شاء مِن القُرآنِ
“Sesungguhnya shalat seseorang tidak akan sempurna hingga dia berwudhu, kemudian meletakkan wudhu itu pada tempat-tempatnya (anggota wudhu), lalu bertakbir, memuji Allah ‘Azza wa Jalla, menyanjung-Nya, membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Al-Albani)
“Sesungguhnya shalat seseorang tidak akan sempurna hingga dia berwudhu dengan benar.” Berarti, kesempurnaan shalat dimulai dengan wudhu yang benar. Maka dari itu, sebelum mempelajari tata cara shalat, penting untuk memahami dan mempraktikkan wudhu dengan baik. Itulah sebabnya dalam buku-buku fiqih, pembahasan tentang shalat selalu diawali dengan pembahasan tentang thaharah (bersuci).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah marah besar ketika melihat ada seorang sahabat yang wudhunya tidak sempurna. Bagian kakinya, sebesar koin, tidak terbasahi air wudhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah mata kaki yang tidak terbasahi air wudhu, karena itu akan dibakar di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihat: Bab Mencuci Kaki Sampai Dua Mata Kaki
Dari sini, kita perlu memperhatikan kesempurnaan wudhu, baik untuk diri sendiri maupun anak-anak kita. Biasanya anak-anak melakukan wudhu dengan tergesa-gesa sehingga ada bagian yang tidak terkena air, seperti siku, tumit, atau telapak kaki bagian belakang. Hal ini berbahaya, karena jika wudhu tidak sah, maka shalat pun tidak sah.
“Kemudian bertakbir.” Ini adalah takbiratul ihram, yang menjadi pembatas antara perkara yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama shalat. Sebelum bertakbir, seseorang masih boleh makan, minum, berbicara, atau melakukan aktivitas lainnya. Namun setelah bertakbir, semua aktivitas tersebut menjadi tidak diperbolehkan. Itulah makna dari takbiratul ihram.
“Kemudian memuji dan menyanjung Allah.” Hal ini diwujudkan melalui doa iftitah. Doa iftitah berisi pujian dan sanjungan kepada Allah, yang mengajarkan kita untuk beradab kepada-Nya. Sebelum meminta apa pun, kita dianjurkan untuk memuji dan menyanjung Allah terlebih dahulu.
“Kemudian bacalah ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu.” Membaca surat Al-Fatihah adalah rukun shalat, sehingga wajib dibaca. Setelah itu, jika ada hafalan surah atau ayat lain, bacalah sesuai kemampuan. Jika belum banyak hafalan, shalat tetap sah asalkan sudah membaca Al-Fatihah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi keringanan agar kita membaca ayat-ayat yang mudah dan sesuai dengan hafalan kita.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54715-disyariatkannya-doa-iftitah/